Sebagai pengggiat dan sering menulis di bidang otomotif, rasa penasaran pun timbul untuk melihat secara dekat bagaimana para industriawan dan pengusaha, yang juga sekaligus sebagai produsen dapat menghasilkan produk-produk yang ramah lingkungan. Pada awalnya yang ingin dicari oleh penulis blog ini adalah industri dan pabrikan otomotif sepeda motor dan mobil.
Paling tidak sejauh apa sih usaha, maupun upaya perusahaan otomotif yang kini kebanyakan sudah memiliki divisi CSR (Corporate Social Responsibility). Apakah mereka memang sedang gencar dalam upaya dan gerakan ramah lingkungan, atau hanya sekedar memiliki unit CSR hanya untuk pajangan belaka?
Dari jumlah nama peserta, ada 135 peserta yang ikut pameran Eco-Product International Fair 2010 yang memang didominasi oleh para prinsipal (pemegang merek) asal Jepang, dan hanya satu pabrikan otomotif yang ikut hadir, yaitu PT Toyota Astra Motor (TAM) yang dikenal sebagai produsen mobil merek Toyota. Terus bagaimana keberadaan pabrikan otomotif lainnya?
Adalah hal yang sangat prihatin ketika kita ingin mengkritik soal ramah lingkungan khususnya di bidang industri otomotif, karena kehidupan masyarakat yang paling dekat adalah berhubungan dengan persoalan “polusi asap” dari kendaraan bermotor. Coba saja sejenak lihat ke jalan umum, ada banyak kendaraan bermotor, antara lain jenis metromini, kopaja, bus diesel, truk diesel, motor 2 tak, bajaj yang kesemuanya menghasilkan sap tebal, pedih di mata, dan rasa mual ketika kita menghirup asap polusi tersebut.
Karena tak ada industri di bidang otomotif, maka rasanya kehadiran penulis blog ini SL.com di ajang pameran tersebut cukup membosankan. Namun demikian, setidaknya ada baiknya juga jika pada akhirnya SL.com bisa melihat dari dekat bagaimana upaya para produsen, yang memang kebanyakan dari sisi kebutuhan rumah tangga yang sedang berusaha keras mendorong penggunaan teknologi, produk dan jasa yang berwawasan lingkungan. Paling tidak produk mereka harus bisa bersaing ditingkat pasar dunia.
Menurut kutipan press release panitia acara, bahwa penyelenggaraan pameran bertaraf internasional Eco-Product ini sejalan dengan langkah-langkah masyarakat di dunia, termasuk Indonesia, untuk memerangi pemanasan global dengan cara menggunakan produk-produk yang bersahabat dengan lingkungan.
Indonesia adalah negara ke-124 dari lebih 140 negara yang meratifikasi Protokol Kyoto dan merupakan salah satu negara pendukung Copenhagen Accord yang merupakan hasil dari KTT ke-15 Perubahan Iklim dari United Nation for Climate Change Conference (UNFCCC) di Kopenhagen, Denmark, bulan Desember 2009. Indonesia telah mentargetkan penurunan emisi gas rumah kaca 26 persen pada 2020 dengan berbagai program mitigasi.
http://www.epif10.org/
Pameran Eco-Products International Fair (EPIF) 2010 ini dibuka oleh Menteri Koordinator Perekonomian Republik Indonesia, Hatta Radjasa, didampingi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, Menteri Perindustrian M.S. Hidayat, Menteri Negara Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta dan para pejabat pemerintahan serta berbagai pihak yang berkepentingan di dalam industri yang berwawasan lingkungan.
Selain pameran, EPIF 2010 juga menyelenggarakan konferensi bertemakan lingkungan hidup dengan menampilkan pembicara yang kredibel di bidangnya, serta memberikan penghargaan kepada ‘green business‘ yang dalam menjalankan bisnisnya bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan hidup.
Ia menambahkan bahwa bagi Indonesia, EPIF adalah sebuah kesempatan emas untuk memperkuat daya saing industri di dalam negeri agar dapat bertahan dalam percaturan ekonomi global dan memperluas penetrasi pasar global melalui ‘green product‘.
Menurutnya, EPIF juga merupakan sarana mendorong para pelaku usaha domestik mulai dari industri besar, usaha menengah dan kecil agar menerapkan teknologi ramah lingkungan di dalam proses pembuatan produk-produknya, sehingga bisa bersaing di pasar global. Selain itu EPIF merupakan ajang penyebarluasan dan pertukaran informasi ekonomi dan lingkungan hidup yang teraktual di Asia dan seluruh dunia.
Melalui EPIF yang dimotori oleh APO dan para pengusaha Jepang yang tergabung dalam Green Productivity Advisory Committee (GP AC), Indonesia dapat meningkatkan produktivitasnya melalui ‘Green Productivity‘ agar dapat masuk ke kancah persaingan global sehingga dapat exist dan berkembang dan dapat membangun serta memperluas aliansi bisnis dengan para pengusaha internasional.
Pameran berlokasi di Plenary Hall and Assembly Hall lCC dengan total luas area lebih dari 5000 meter persegi ini di ikuti oleh berbagai jenis usaha dan institusi di bidang perbankan, riset dan development, otomotif, elektronika, pertambangan & energi, kehutanan, perkebunan, kimia, tekstil, mebel, aneka kerajinan sampai spa dan obat-obatan tradisional.
Kehadiran paviliun tersebut bertujuan mempromosikan produk-produk terbaik eco-culture negeri ini dengan harapan integrasi antara kebudayaan dan wawasan ramah lingkungan bisa menghasilkan nilai tambah kompetitif yang unik. Kekuatan ini tak akan mudah disaingi oleh kompetitor, serta bisa menjadi benchmark untuk masa mendatang.
Contohnya adalah batik dan jamu, yang merupakan bagian dari tradisi yang sudah kesohor ke seluruh di dunia dan diwariskan secara turun temurun serta hampir se1uruh bahannya terdapat di dalam negeri. Jika segenap komponen anak bangsa bisa mengembangkan keanekaragaman dan menghasilkan produk-produk berkualitas yang kompetitif, Indonesia bisa menjadi produsen terkemuka produk-produk eco-culture di dunia.
Tentang EPIF
EPIF dimotori oleh Asian Productivity Organization (APO) dan Para Pengusaha Jepang yang tergabung dalam Green Productivity Advisory Committee (GPAC) dengan tujuan memperkenalkan produk ramah lingkungan; memperkenalkan teknologi dan jasa serta infrastruktur sosial yang mendukung program mitigasi perubahan iklim di dalam rangka mengurangi efek rumah kaca.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar